Malam ini sangat memuaskan. Kepalaku masih pusing. Teman-teman tadi memang pandai memilih minuman. Satu tenggak langsung jreng. Ini baru benar-benar pesta. Haha ! Si Dodi sekarang pasti sudah klenger kelamaan menungguku bawa inex ini. Dia utang empat kali.
Sial ! Jalan macet. Aku berusaha menyela beberapa kendaraan di depanku. Benda-benda berkaki bundar itu berjalan merangkak. Sepeda motor hitam yang kutunggangi melompat-lompat, melindasi bebatuan di pinggir aspal. Dari kejauhan, kulihat banyak orang mengerumuni sesuatu.
“Memang tadi gimana kejadiannya ?”
“Entah, saya juga kurang tau. Ada yang bilang dilindas truk. Tabrak lari.”
Aku penasaran mendengar percakapan dua orang itu. kupinggirkan sepeda motor, lalu berjalan ke arah kerumunan. Bercak darah berceceran di aspal. Beberapa orang menutup hidung. Seonggok tubuh terbujur kaku tertutup kain putih. Empat orang keluar dari ambulans membawa tandu.
“Tolong, minggir dulu.” Seorang polisi bermasker berusaha menghalau kerumunan.
Beberapa orang menepi.
“Astaga, ususnya sampai keluar gitu.”
“Angkat ke sini. Ya...ya... hati-hati !”
“Pak, ini dompet dan kartu identitasnya.”
Aku mendekati petugas itu. Kuamati kartu di tanganya. Alisku menaut. Foto yang tepampang sepertinya sangat kukenal. Begitu juga dengan dompet coklat itu.
Kurogoh saku celanaku. Kosong.